Kamis, 23 April 2015

Isi Pidato Jokowi di Konfrensi Asia Afrika 2015


Yang terhormat pemimpin negara dan pemerintahan, pemimpin delegasi.

Yang terhormat, Jusuf Kalla, Megawati, BJ Habibie, Tri Sutrisno, Hamzah Haz.

Atas nama rakyat dan pemerintah Indonesia saya ucapkan selamat datang di Indonesia, negara penggagas dan tuan rumah KAA 1955.

Enam puluh tahun lalu Bapak Bangsa kami Presiden Soekarno, Bung Karno, mencetuskan gagasan tersebut demi membangkitkan kesadaran bangsa-bangsa Asia dan Afrika utk mendapatkan hak hidup sebagai bangsa merdeka yang menolak ketidakadilan, yang menentang segala bentuk imperalisme.

Enam puluh tahun lalu, solidaritas Asia-Afrika, kita kumandangkan untuk memperjuangkan kemerdekaan. Untuk menciptakan kesejahteraan dan untuk memberi keadilan bagi rakyat kita. Itulah gelora KAA 1955. Itulah esensi semangat Bandung.

Kini, 60 tahun kemudian, kita kembali bertemu di negeri ini, di Indonesia, dalam suasana dunia yang berbeda bangsa-bangsa terjajah telah merdeka dan berdaulat, namun perjuangan kita belum selesai.

Yang mulia para hadirin sekalian,

Dunia yang kita warisi sekarang masih sarat dengan ketidakdilan, kesenjangan dan kekerasan global, cita-cita bersama mengenai lahirnya sebuah peradaban baru, sebuah tatanan dunia baru berdasarkan keadilan, kesetaraan, dan kemakmuran, masih jauh dari harapan.

Ketidakadilan dan ketidakseimbangan global masih terpampang di hadapan kita.

Ketika negara-negara kaya yang hanya sekitar 20 persen penduduk dunia, menghabiskan 70 persen sumber daya bumi maka ketidakadilan menjadi nyata. Ketika ratusan orang di belahan bumi sebelah utara menikmati hidup super kaya, sementara 1,2 miliar penduduk dunia di sebelah selatan tidak berdaya dan berpenghasilan kurang dari 2 dolar per hari, maka ketidakadilan semakin kasat mata.

Ketika ada sekelompok negara kaya merasa mampu mengubah dunia dengan menggunakan kekuatannya, maka ketidakseimbangan global jelas membawa sengsara yang semakin kentara ketika PBB tidak berdaya.

Aksi-aksi kekerasan tanpa mandat PBB, seperti kita saksikan, telah menafikkan keberadaan badan dunia yang kita miliki bersama itu. Oleh karena itu kita bangsa-bangsa di Asia-Afrika mendesak reformasi PBB. Agar berfungsi secara optimal sebagai badan dunia yang mengutamakan keadilan bagi kita semua, bagi semua bangsa.

Bagi saya, ketidakadilan global terasa semakin menyesak dada. Ketika semangat Bandung yang menuntut kemerdekaan bagi semua bangsa-bangsa Asia-Afrika masih menyisakan utang selama enam dasawarsa.

Kita dan dunia masih berutang kepada rakyat Palestina. Dunia tidak berdaya menyaksikan penderitaan rakyat Palestina yang hidup dalam ketakutan dan ketidakadilan akibat penjajahan yang berlangsung begitu lama.

Kita tidak boleh berpaling dari penderitaan rakyat Palestina, kita harus terus berjuang bersama mereka. Kita harus mendukung lahirnya sebuah negara Palestina yang merdeka.
Yang mulia pada hadirin sekalian,

Ketidakadilan global juga terasa ketika sekelompok dunia enggan mengakui realita dunia yang telah berubah. Pandangan yang mengatakan bahwa persoalan ekonomi dunia hanya bisa diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF dan ADB adalah pandangan yang usang yang perlu dibuang.

Saya berpendirian pengelolaan ekonomi dunia tidak bisa hanya diserahkan kepada ketiga lembaga keuangan internasional itu. Kita wajib membangun sebuah tatanan ekonomi baru yang terbuka bagi kekuatan-kekuatan ekonomi baru. Kita mendesak dilakukannya reformasi arsitektur keuangan global untuk hilangkan dominasi kelompok negara atas negara-negara lain.

Saat ini dunia membutuhkan kepemimpinan global yang kolektif, yang dijalankan secara adil dan bertanggung jawab dan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi baru yang bangkit, sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di muka bumi, sebagai negara demokrasi terbesar ketiga dunia, siap memainkan peran global sebagai kekuatan positif bagi perdamaian dan kesejahteraan.

Indonesia siap bekerjasama dengan semua pihak untuk wujudkan cita-cita mulia itu.

Yang mulia pada hadirin sekalian,

Hari ini dan esok kita berkumpul di Jakarta untuk menjawab tantangan ketidakadilan dan ketidakseimbangan itu. Hari ini dan esok, rakyat kita menanti jawaban terhadap persoalan-persoalan yg mereka hadapi.

Hari ini dan hari esok dunia menanti langkah-langkah kita dalam membawa bangsa-bangsa Asia-Afrika berdiri sejajar sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Kita bisa melakukan itu semua dengan membumikan Semangat Bandung dengan mengacu pada tiga cita-cita yang diperjuangkan para pendahulu kita 60 tahun lalu.

Pertama, kesejahteraan. Kita harus pererat kerja sama untuk hapuskan kemiskinan, meningkatkan pendidikan dan layanan kesehatan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan memperluas lapangan kerja.

Kedua, solidaritas. Kita harus tumbuh bersama dan meningkatkan perdagangan investasi di antara kita dengan membangun kerja sama ekonomi antara kawasan Asia-Afrika dengan saling membantu dalam konektivitas yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan kita, bandara-bandara kita dan jalan-jalan kita. Indonesia akan bekerja menjadi jembatan maritim yang menghubungkan kedua benua.

Ketiga, stabilitas internal dan eksternal dan penghargaan pada HAM. Kita harus bertanya apa yang salah dengan kita sehingga banyak negara Asia-Afrika dilanda berbagai konflik internal dan eksternal yang menghambat pembangunan.

Kita harus bekerjasama menghadapi ancaman kekerasan, pertikaian dan radikalisme seperti ISIS. Kita harus melindungi hak-hak rakyat kita. Kita harus menyatakan perang pada narkoba yang menghancurkan masa depan anak-anak kita.

Kita harus menyelesaikan berbagai pertikaian baik dalam negeri atau antar negara secara damai. Oleh karenanya Indonesia memprakarsai pertemuan informal negara-negara Organisasi Kerjasama Islam untuk mencari penyelesaian berbagai konflik yang kini melanda dunia Islam.

Kita juga harus bekerja keras menciptakan stabilitas dan keamanan yang jadi prasyarat pembangunan bangsa.

Kita juga harus pastikan samudera kita, laut kita, aman bagi lalu lintas perdagangan dunia. Kita menuntut agar sengketa antar negara tidak diselesaikan dengan penggunaan kekerasan. Ini tugas dan tantangan di hadapan kita yang harus kita rumuskan dalam siding KAA ini.

Melalui forum ini saya ingin menyampaikan keyakinan saya bahwa masa depan dunia ada di sekitar ekuator. Di tangan kita. Bangsa-bangsa Asia-Afrika yang ada di dua benua.

-Jokowidodo-
Rabu (22/4/2015), pembukaan 60 tahun Konfrensi Asia Afrika, Jakarta-Indonesia

Rabu, 15 April 2015

Pidato Hasyim Muzadi



"Selaku Presiden WCRP dan Sekjen ICIS, saya sangat menyayangkan tuduhan INTOLERANSI agama di Indonesia. Pembahasan di forum dunia itu, pasti karena laporan dari dalam negeri Indonesia. Selama berkeliling dunia, saya belum menemukan negara muslim mana pun yang setoleran Indonesia.

Kalau yang dipakai ukuran adalah masalah AHMADIYAH, memang karena Ahmadiyah menyimpang dari pokok ajaran Islam, namun selalu menggunakan stempel Islam dan berorientasi Politik Barat. Seandainya Ahmadiyah merupakan agama tersendiri, pasti tidak dipersoalkan oleh umat Islam.

Kalau yang jadi ukuran adalah GKI YASMIN Bogor, saya berkali-kali ke sana, namun tampaknya mereka tidak ingin selesai. Mereka lebih senang Yasmin menjadi masalah nasional & dunia untuk kepentingan lain daripada masalahnya selesai.

Kalau ukurannya PENDIRIAN GEREJA, faktornya adalah lingkungan. Di Jawa pendirian gereja sulit, tapi di Kupang (Batuplat) pendirian masjid juga sangat sulit. Belum lagi pendirian masjid di Papua. ICIS selalu melakukan mediasi.

Kalau ukurannya LADY GAGA & IRSHAD MANJI, bangsa mana yang ingin tata nilainya dirusak, kecuali mereka yang ingin menjual bangsanya sendiri untuk kebanggaan Intelektualisme Kosong ?

Kalau ukurannya HAM, lalu di Papua kenapa TNI / Polri / Imam Masjid berguguran tidak ada yang bicara HAM? Indonesia lebih baik toleransinya dari Swiss yang sampai sekarang tidak memperbolehkan Menara Masjid, lebih baik dari Perancis yang masih mempersoalkan Jilbab, lebih baik dari Denmark, Swedia dan Norwegia, yang tidak menghormati agama, karena di sana ada UU Perkawiman Sejenis. Agama mana yang memperkenankan perkawinan sejenis ?!

Akhirnya kembali kepada bangsa Indonesia, kaum muslimin sendiri yang harus sadar dan tegas, membedakan mana HAM yang benar (humanisme) dan mana yang sekedar Westernisme".

Rabu, 18 Maret 2015

sejarah perkembangan islam di indonesia



Menarik untuk di Baca
sejarah perkembangan islam di Indonesia, yang disandingkan dengan pegerakan islam di dunia...


Kalau sejarah masuknya Islam ke negeri Mesir ini dimulai dengan datangnya Sayyidina Amr ibn Al-Ash, dan masuknya ke Afrika karena kedatangan Sayyidina Okbah bin Nafi’, dan masuknya ke Andalusia karena Thariq bin Ziyad mengharung lautan menepat kepada bukit yang kemudian dinamai dengan namanya, dan masuknya ke India dengan kedatangan Muhammad bin Qasim, maka yang membawa Islam ke Indoensia adalah “Pahlawan yang tidak dikenal”

Pidato Hamka
Universitas Al Azhar
Mesir, 21 Januari 1958

Tentang jati diri nusantara (copas)

Begini, kau boleh mencekoki kadermu dengan keteladanan Syaikh Hassan Albannna atau pemikiran Sayyid Quthb, tapi jangan lupa sisipkan kisah perjuangan KH. Muhammad Hasyim Asy'ari atau Buya Hamka, itupun jika kau mengenal betul ajaran dan pemikirannya....

Silahkan, dengan senang hati kau pahat pemikiran Paolo Freire atau Gustavo Gutierez dalam benak kadermu, tapi sudahkah kau mengenal dengan baik pemikiran pendidikan keagamaan KH. Ahmad Dahlan dan Ki Hajar Dewantara?

Bolehlah kau berbusa-busa berkisah tentang Mao, Guevara, Castro, Comandante Marcos, tapi seberapajauh kau menyelami pemikiran, perjuangan, dan kiprah internasional Tan Malaka?

Sering-seringlah membaca buah pemikiran ekonomiBung Hatta, setelah merampungkan membaca Muhammad Yunus.

Metode dakwah pemikir kontemporer Timur Tengah sudah hafal di luar kepala, tapi tak ada waktu-kah mempelajari dan merenungkan jalan dakwah Walisongo yang telah teruji?

Kau begitu fasih berkisah tentang Abdullah Azzam, Usamah bin Ladin, tapi tak ada salahnya jika kau bongkar ingatanmu mengenai Syekh Yusuf Maqassary, Imam Bonjol, hingga Teuku Umar.

Aku begitu kagum mendengar ulasanmu tentang taktik perang Hannibal, Napoleon Bonaparte, Erwin Rommel, McArthur, hingga Ho Chi Minh, tapi tak pernah kudengar analisismu tentang keperwiraan Gajahmada, strategi perang Diponegoro, maupun taktik gerilya Jenderal Sudirman.

Tak mengapa membanggakan reputasi Nashiruddin Albany, tapi sudahkah kau mengenal Syaikh Mahfudz Attarmisy?

Jika puisi Rumi, Thagore, Adonis, Pablo Neruda, hingga TS Elliot melekat di benakmu, sesekali perlu kau sandingkan dengan karya Hamzah Fansuri yangmistis, Raja Ali Haji yang ritmik, Chairil Anwar yang menelanjangi kata-kata, hingga Wiji Thukul yang beringas tapi jenaka! Selami pula karya Ronggowarsito!

Kau suka karya Naguib Mahfoudz, Ernest Hemingway, atau Gabriel Garcia Marquez, atau Orhan Pamuk, tak apa, bagus! Tapi, ada banyak karya memukau Pramoedya Ananta Toer, Mangunwijaya, hingga Ahmad Tohari, yang kritis-humanis.

Ingatanmu tentang taktik tempur laut Lord Horatio Nelson begitu tajam, tapi sudahkah kau paham ada Sang Arya Mandalika Mpu Nala, panglima armada laut Majapahit, yang lebih hebat darinya, atau Laksamana Keumalahayati, satu-satunya perempuan di dunia yang bergelar laksamana?

Bagus pula mengulas karya mufassir kontemporer, tapi tak ada salahnya pula mengulas Tafsir Marah Labid-nya Syaikh Nawawi Albantany, Tafsir Ibriz-nya Kiai Bisri Musfofa, Al-Azhar-nya Buya Hamka, hingga Almishbah-nya Prof. Quraisy Shihab, bukan?

Kau sudah hampir hafal ini cerita dalam naskah Odyssey, Mahabharata, Ramayana, maupun Kisah 1001 Malam, tapi sempatkanlah membaca terjemahan lontarak I Lagaligo, naskah terpanjang didunia warisan nenek moyang orang Bugis, atau Babad Diponegoro yang merupakan otobiografi penulisnya, atau bait-bait dalam Negarakretagama-nya Prapanca.

Silahkan, silahkan dengan hati kau layangkan imajinasi dan kau rekatkan kekaguman lintas batas teritorial dan dimensi waktu, tapi tetap ingatlah padajatidirimu, kebesaran bangsamu, agar kau tetap bersyukur menjadi bagian Bangsa Indonesia!---

Salam,Rijal PakneAvisa, Lc., MA., MHI., MLM., M150., PS2., MP4., ATM., BCA

Selasa, 10 Februari 2015

Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VI - Yogyakarta 2015

"Sultan Turki Utsmani meresmikan Kesultanan Demak pada tahun 1479 sebagai perwakilan resmi Khalifah Utsmani di tanah Jawa, ditandai penyerahan bendera hitam dari kiswah Ka’bah bertuliskan La Ilaha Illa Allahdan bendera hijau bertuliskan Muhammad Rasul Allah. Hingga kini (kedua bendera itu) masih tersimpan baik di keraton Jogja,” 
Sri Sultan Hamengku buwana X

“Tidak hanya umat Islam di Indonesia yang menunggu hasil KUII ke-VI tetapi juga umat Islam di seluruh dunia,” 
AM Fachir, Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia

"Kita kembali ke Yogyakarta untuk kongres keenam ini, dengan harapan akan lahir 'Komitmen Yogyakarta' atau apa pun itu namanya nanti tergantung peserta. Yang mana, menegaskan kembali, NKRI lahir dari jihad fi sabilillah umat Islam"
Din Syamsuddin, Ketua MUI

"Sudah waktunya ada semacam majelis syuro antara para pimpinan ormas dan partai Islam. Dengan membuat majelis syuro ini, masalah keumatan bisa diatasi bersama," 
Anis Matta, Presiden PKS  

Kongres Umat Islam Indonesia (KUII), dalam sejarahnya dua kongres pertama menghasilkan keputusan yang fenomenal baik bagi umat Islam Indonesia secara khusus maupun bagi Bangsa ini secara umum.

Kongres I 1938 mendeklarasikan 'Majlis Islam Ala Indonesia'

Kongres II 1945 di Yogyakarta merupakan salah satu kongres yang monumental yang dikemudian hari dari rekomendai hasil kongres inilah lahir 'Majlis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi)' sebagai satu-satunya kekuatan politik umat islam indonesia saat itu


Sayangnya agenda ini sempat terputus pasca kemerdekaan... Kemudian Kongres III, Kongres IV dan V baru terlaksana kembali pasca reformasi di Jakarta. 

Kongres Ummat Islam Indonesia VI berlangsung Yogyakarta 8-11 Februari 2015. Semoga Agenda ini dapat memberikan semangat baru yang akan mewarnai negeri ini dengan ridho Allah

*mari berdoa untuk Muslim Indonesia

ditengah kerinduan akan persatuan umat, Bekasi 11 Feb 2015

Selasa, 21 Oktober 2014

DI BAWAH KEHENDAK RAKYAT DAN KONSTITUSI

JAKARTA, 20 OKTOBER 2014

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam Damai Sejahtera untuk kita semua,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya

Yang saya hormati, para Pimpinan dan seluruh anggota MPR,
Yang saya hormati, Wakil Presiden Republik Indonesia,
Yang saya hormati, Bapak Prof Dr. BJ Habibie, Presiden Republik Indonesia ke 3, Ibu Megawati Soekarnoputri, Presiden Republik Indonesia ke-5, Bapak Try Sutrisno, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-6, Bapak Hamzah Haz, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-9,
Yang saya hormati, Bapak Prof. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia ke-6, Bapak Prof Dr Boediono, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-11,
Yang saya hormati, para pimpinan lembaga-lembaga tinggi negara,
Yang saya hormati dan saya muliakan, kepala negara dan pemerintahan serta utusan khusus dari negara-negara sahabat,
Para tamu, undangan yang saya hormati,
Saudara-saudara sebangsa, setanah air,
Hadirin yang saya muliakan,

Baru saja kami mengucapkan sumpah, sumpah itu memiliki makna spritual yang dalam, yang menegaskan komitmen untuk bekerja keras mencapai kehendak kita bersama sebagai bangsa yang besar.

Kini saatnya, kita menyatukan hati dan tangan. Kini saatnya, bersama-sama melanjutkan ujian sejarah berikutnya yang maha berat, yakni mencapai dan mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Saya yakin tugas sejarah yang berat itu akan bisa kita pikul bersama dengan persatuan, gotong royong dan kerja keras. Persatuan dan gotong royong adalah syarat bagi kita untuk menjadi bangsa besar. Kita tidak akan pernah besar jika terjebak dalam keterbelahan dan keterpecahan. Dan, kita tidak pernah betul-betul merdeka tanpa kerja keras.

Pemerintahan yang saya pimpin akan bekerja untuk memastikan setiap rakyat di seluruh pelosok tanah air, merasakan kehadiran pelayanan pemerintahan. Saya juga mengajak seluruh lembaga Negara untuk bekerja dengan semangat yang sama dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing. Saya yakin, Negara ini akan semakin kuat dan berwibawa jika semua lembaga negara bekerja memanggul mandat yang telah diberikan oleh Konstitusi.

Kepada para nelayan, buruh, petani, pedagang bakso, pedagang asongan, sopir, akademisi, guru, TNI, POLRI, pengusaha dan kalangan profesional, saya menyerukan untuk bekerja keras, bahu membahu, bergotong rotong. Inilah, momen sejarah bagi kita semua untuk bergerak bersama untuk bekerja…bekerja… dan bekerja

Hadirin yang Mulia,
Kita juga ingin hadir di antara bangsa-bangsa dengan kehormatan, dengan martabat, dengan harga diri. Kita ingin menjadi bangsa yang bisa menyusun peradabannya sendiri. Bangsa besar yang kreatif yang bisa ikut menyumbangkan keluhuran bagi peradaban global.

Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk.

Kini saatnya kita mengembalikan semuanya sehingga Jalesveva Jayamahe, di Laut justru kita jaya, sebagai semboyan nenek moyang kita di masa lalu, bisa kembali membahana.

Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,

Kerja besar membangun bangsa tidak mungkin dilakukan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden ataupun jajaran Pemerintahan yang saya pimpin, tetapi membutuhkan topangan kekuatan kolektif yang merupakan kesatuan seluruh bangsa.

Lima tahun ke depan menjadi momentum pertaruhan kita sebagai bangsa merdeka. Oleh sebab itu, kerja, kerja, dan kerja adalah yang utama. Saya yakin, dengan kerja keras dan gotong royong, kita akan akan mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,

Atas nama rakyat dan pemerintah Indonesia, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Yang Mulia kepala negara dan pemerintahan serta utusan khusus dari negara-negara sahabat.

Saya ingin menegaskan, di bawah pemerintahan saya, Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, sebagai negara kepulauan, dan sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, akan terus menjalankan politik luar negeri bebas-aktif, yang diabdikan untuk kepentingan nasional, dan ikut serta dalam menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Pada kesempatan yang bersejarah ini, perkenankan saya, atas nama pribadi, atas nama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dan atas nama bangsa Indonesia menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Prof. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono dan Bapak Prof. Dr. Boediono yang telah memimpin penyelenggaraan pemerintahan selama lima tahun terakhir.

Hadirian yang saya muliakan,

Mengakhiri pidato ini, saya mengajak saudara-saudara sebangsa dan setanah air untuk mengingat satu hal yang pernah disampaikan oleh Presiden Pertama Republik Indonesia, Bung Karno, bahwa untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai, kita harus memiliki jiwa cakrawarti samudera; jiwa pelaut yang berani mengarungi gelombang dan hempasan ombak yang menggulung.

Sebagai nahkoda yang dipercaya oleh rakyat, saya mengajak semua warga bangsa untuk naik ke atas kapal Republik Indonesia dan berlayar bersama menuju Indonesia Raya. Kita akan kembangkan layar yang kuat. Kita akan hadapi semua badai dan gelombang samudera dengan kekuatan kita sendiri. Saya akan berdiri di bawah kehendak rakyat dan Konstitusi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa merestui upaya kita bersama.

Merdeka !!!, Merdeka !!! Merdeka !!!
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Semoga Tuhan memberkati,
Om Shanti Shanti Shanti Om,
Namo Buddhaya

Joko Widodo


*pidato pertama Presiden RI ke-7

Kamis, 18 September 2014

Lintasan Pagi

Percayalah kawan, bahwa mereka benar-benar bersungguh-sungguh dengan kesungguhan yang sangat serius dan kematangan yang terencana, untuk MENGENDALIKAN Indonesia hingga buih yang dilautan ini tergiring ke selokan-selokan yang tersumbat. Isu yang selalu terkemuka bukan isu lemparan, melainkan isu-isu yang tersurvei dengan presisi dan matang bahwa ada beberapa hal yang sangat dapat dengan cepat mengalihkan perhatian manusia Indonesia dari semangat dan perencanaan Kebangkitan Bangsa. Mereka memainkan perasaan kita, dan banyak manusia Indonesia (kita) terbawa suasana dengan sibuk mencaci maki tanpa resolusi, dan keadaan pun tak berubah. Bahkan disaat kita menghujat, disaat yang sama belum tentu kita siap berkorban untuk pertarungan kebangkitan umat. Ma'rifah mereka tentang Indonesia baik dari geografis, demografis, psikologis dan segala karakter serta potensi Kebangsaan, mereka kenal dengan baik lebih dari kita yang mengaku anak bangsa Ibu pertiwi.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...